H. MAULANA KUSNANTO, SH ( Ketua DPRD Kabupaten Blora )

Cari Blog Ini

Selasa, 23 Februari 2010

PENYAMPAIAN NOTA KEUANGAN



Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD ) Kabupaten Blora pada Hari Jumat, 19 Pebruari 2010 menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Penyampaian Nota Keuangan Ranperda tentang APBD Kabupaten Blora TA 2010. Ketua DPRD Kab. Blora H.M. Kusnanto,SH dalam sambutannya mengatakan bahwa berkaiatan dengan penyampaian Nota Keuangan yang baru saja dilaksanakan, anggota Badan Anggaran ( Banggar ) agar segera membahas Ranperda tersebut dengan didasari rasa arif dan bijaksana dalam mencermati pos-pos anggaran dalam program maupun kegiatan di tiap-tiap SKPD. Lebih lanjut Kusnanto menjelaskan bahwa disamping mencermati pos-pos anggaran, anggota Banggar juga harus mencermati angka-angka secara makro di setiap SKPD apakah sudah sesuai dengan Prioritas dan Plafon Anggaran yang sudah disepakati serta rincian program kegiatan yang sudah dijabarkan secara rinci di dalam RKA-SKPD. ( Mahbub-Setwan )

Senin, 15 Februari 2010

TATA TERTIB DPRD KABUPATEN BLORA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BLORA
NOMOR 1
TAHUN 2009
TENTANG
TATA TERTIB

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA

Menimbang : bahwa sebagai implemetasi Pasal 376 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka DPRD Kabupaten Blora perlu menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah ;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3363);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, tambahan Lembaran Negara Nomor 4801);
7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3836);
8. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Perwakilan Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, tambahan Lembaran Negara Nomor 5023);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Potokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah tiga kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4417) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005 (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4569);
12. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 170/79/2009 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 170/40/2009 tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora.


Memperhatikan : Hasil Musyawarah dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora pada tanggal 30 September 2009.


MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLORA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Gubernur adalah Gubernur Propinsi Jawa Tengah.
2. Daerah adalah Kabupaten Blora.
3. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD munurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah Kabupaten Blora.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora.
6. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora.
7. Bupati adalah Bupati Blora.
8. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Blora.
9. Anggota DPRD adalah mereka yang diresmikan keanggotaannya sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora dan telah mengucapkan sumpah/janji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Fraksi adalah pengelompokan anggota DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi di DPRD Kabupaten Blora.
11. Alat kelengkapan DPRD adalah Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora yang terdiri dari Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi-komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kehormatan dan Alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk oleh Rapat Paripurna.
12. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora.
13. Sekretaris DPRD adalah pejabat Perangkat Daerah yang memimpin Sekretariat DPRD Kabupaten Blora.
14. Kode Etik DPRD adalah suatu ketentuan etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota DPRD dalam melaksanakan tugasnya.
15. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Blora.
16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah Kabupaten Blora yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
17. Hari adalah hari kerja.

BAB II
SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI
Pasal 2
DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pasal 3

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 4
(1) DPRD mempunyai fungsi:
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di Daerah.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 5
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah bersama bupati;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh bupati;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati dan atau wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan;
e. memilih wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati ;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; dan
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
KEANGGOTAAN DPRD

Pasal 6
(1) Anggota DPRD berjumlah 45 (empat puluh lima) orang.
(2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Anggota DPRD berdomisili di ibu kota Kabupaten Blora.
(4) Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 7
(1) Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam rapat paripurna DPRD.
(2) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan DPRD.
(3) Anggota DPRD pengganti antar waktu sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD yang bersifat Istimewa.
Pasal 8
Bunyi sumpah/janji DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sebagai berikut.
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pasal 9
(1) Tata cara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian dan tata tempat .
(2) Tata urutan acara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. pembukaan rapat oleh Pimpinan DPRD;
b. pembacaan keputusan peresmian pemberhentian dan pengangkatan Anggota DPRD oleh Sekretaris DPRD;
c. pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD, dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri;
d. penandatanganan berita acara sumpah/janji Anggota DPRD secara simbolis oleh satu orang dari masing-masing kelompok agama, rohaniwan dan Ketua Pengadilan Negeri ;
e. pengumuman Pimpinan Sementara oleh Sekretaris DPRD;
f. serah terima Pimpinan DPRD dari Pimpinan Lama kepada Pimpinan Sementara secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan;
g. sambutan Pimpinan Sementara DPRD;
h. sambutan Kepala Daerah;
i. pembacaan do’a.
j. penutupan oleh Pimpinan Sementara DPRD ; dan
k. penyampaian ucapan selamat.

(4) Tata Pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD meliputi :
a. Ketua Pengadilan Negeri menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari instansi yang bersangkutan;
b. Kepala Daerah menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional.
c. Anggota DPRD aktif dan yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan pakaian sipil lengkap warna gelap dengan berpeci;
d. Anggota Undangan bagi Anggota TNI/Polri menggunakan pakaian dinas upacara, undangan sipil menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian nasional.

(5) Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD meliputi:
a. Pimpinan DPRD duduk di sebelah kiri Kepala Daerah dan Ketua Pengadilan Negeri atau pejabat yang ditunjuk di sebelah kanan Kepala Daerah;
b. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk di tempat yang telah disediakan;
c. setelah pengucapan sumpah/janji Pimpinan Sementara DPRD duduk di sebelah kiri Kepala Daerah;
d. Pimpinan DPRD yang lama dan Ketua Pengadilan Negeri atau Pejabat yang ditunjuk duduk di tempat yang telah disediakan;
e. Sekretaris DPRD duduk dibelakang Pimpinan DPRD;
f. Para undangan dan anggota DPRD lainnya duduk ditempat yang telah disediakan; dan
g. Pers/kru TV/radio disediakan tempat tersendiri.


BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak DPRD

Pasal 10

(1) DPRD mempunyai hak :
a. Interpelasi ;
b. Angket ; dan
c. Menyatakan pendapat.
(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada bupati mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Bagian Kedua
Hak Anggota DPRD
Pasal 11
Anggota DPRD mempunyai hak :
a. mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler; dan
i. keuangan dan administratif.

Bagian Ketiga
Kewajiban Anggota DPRD
Pasal 12
Anggota DPRD mempunyai kewajiban :
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.


BAB VI
FRAKSI
Pasal 13
(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD.
(2) Setiap anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu fraksi.
(3) Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD.
(4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu) fraksi.
(5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.
(6) Dalam hal tidak ada satu partai politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk fraksi gabungan.
(7) Jumlah fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) paling banyak 2 (dua) fraksi.
(8) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus mendudukkan anggotanya dalam satu fraksi.
(9) Fraksi mempunyai sekretariat.
(10) Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD.



BAB VII
ALAT ELENGKAPAN
Pasal 14
(1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
a. Pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. Komisi;
d. Badan Legislasi Daerah;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Kehormatan; dan
g. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat.
(3) Pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagaian Kesatu
Pimpinan

Paragraf Kesatu
Penetapan Pimpinan

Pasal 15
(1) Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD.
(3) Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperolah kursi terbanyak pertama di DPRD.
(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.
(6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.
(7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua.
(8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
(9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.



Pasal 16
(1) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD.
(2) Pimpinan sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang berasal dari dua partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD.
(4) Ketua dan wakil ketua DPRD diresmikan dengan Keputusan Gubernur.
(5) Pimpinan DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan pimpinan DPRD, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.




Pasal 17

(1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas :
a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk mengambil keputusan;
b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
c. Menjadi juru bicara DPRD melalui musyawarah pimpinan;
d. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;
e. Mengadakan koordinasi dengan Kepala Daerah dan instansi pemerintah lainnya sesuai dengan putusan DPRD;
f. Mewakili DPRD dan/atau kelengkapan DPRD di pengadilan;
g. Melaksanakan putusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat paripurna DPRD;
(2) Pelaksanaan tugas pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif
(3) Apabila ketua dan wakil ketua meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bersama-sama, maka tugas-tugas pimpinan DPRD dilaksanakan oleh pimpinan sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
Pasal 18

(1) Dalam hal seorang pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya, para anggota pimpinan lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksanaan tugas sementara sampai terpilihnya pengganti difinitif.
(2) Dalam hal pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, pimpinan DPRD yang bersangkutan tidak diperbolehkan melaksanakan tugas memimpin rapat-rapat DPRD, dan menjadi juru bicara DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf a, b, dan c
(3) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum, pimpinan DPRD melaksanakan kembali tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf a dan c.

Paragraf Kedua
Pemberhentian Pimpinan DPRD
Pasal 19
Pimpinan DPRD berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena :
a. Meninggal dunia;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan dprd;
d. Melanggar kode etik berdasarkan hasil pemeriksaan badan kehormatan;
e. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 tahun penjara;
f. Ditarik keanggotaannya sebagai anggota dprd oleh partai politiknya.
Pasal 20
(1) Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD oleh Pimpinan DPRD.
(2) Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(3) Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dilengkapi dengan Berita Acara Rapat Paripurna DPRD.
Pasal 21
(1) Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian Pimpinan DPRD, disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati untuk peresmian pemberhentiannya.
(2) Pemberhentian Pimpinan DPRD diresmikan oleh Gubernur atas nama Presiden.
(3) Peresmian pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 22
(1) Pengisian Pimpinan DPRD yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 peraturan ini dipilih dari dua orang calon yang diusulkan oleh Fraksi asal Pimpinan DPRD yang diberhentikan.
(2) Penetapan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 peraturan ini.


Bagian Kedua
Badan Musyawarah

Pasal 23

(1) Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap yang dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Pemilihan anggota Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Komisi-komisi, Badan Anggaran dan Fraksi.
(3) Badan Musyawarah terdiri dari unsur-unsur Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD.
(4) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota.
(5) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
(6) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Musyawarah bukan anggota.


Pasal 24

(1) Badan Musyawarah mempunyai tugas :
a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD baik diminta atau tidak diminta;
b. menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD;
c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat;
d. memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan;
e. merekomendasikan pembentukan Badan Khusus.

(2) Setiap anggota Badan Musyawarah wajib :
a. Mengadakan konsultasi dengan Fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Badan Musyawarah;
b. Menyampaikan pokok-pokok hasil Rapat Badan Musyawarah kepada Fraksi.

Bagian Ketiga
Komisi
Pasal 25
(1) Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Setiap anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu Komisi.
(3) Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebanyak-banyaknya 4 (empat) Komisi.
(4) Jumlah anggota setiap Komisi sedapat-dapatnya sama.
(5) Penempatan anggota DPRD dalam Komisi-komisi dan perpindahan ke Komisi-komisi didasarkan atas usul Fraksinya.
(6) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(7) Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke komisi lain, diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD atas usul Fraksi pada awal Tahun Anggaran.
(8) Anggota DPRD yang menduduki sebagai Pimpinan dan/atau Anggota Komisi berasal dari Fraksi yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Fraksi maka yang bersangkutan dinyatakan gugur keanggotaannya di Komisi,
(9) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Komisi yang digantikan.
(10) Masa tugas Komisi ditetapkan paling lama dua setengah tahun.


Pasal 26

(1) Komisi mempunyai tugas :
a. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah;
b. melakukan pembahasan terhadap rancangan Peraturan Daerah, dan rancangan Keputusan DPRD;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, Pemerintahan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang Komisi masing-masing;
d. membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD;
e. menerima, menampung dan membahas serta menindak lanjuti aspirasi masyarakat;
f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah;
g. melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD;
h. mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat;
i. mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi;
j. memberikan Laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas Komisi.

(2) Komisi-komisi dalam DPRD terdiri dari :
a. Komisi “A” : Bidang Hukum dan Pemerintahan;
b. Komisi “B” : Bidang Perekonomian dan Anggaran;
c. Komisi “C” : Bidang Pembangunan; dan
d. Komisi “D” : Bidang Kesejahteraan Rakyat.

(3) Pembidangan tugas masing-masing Komisi yaitu :
a. Komisi A, bidang Pemerintahan, meliputi tugas pokok dan fungsi unit kerja : Kesekretariatan DPRD, Badan Kesatuan Bangsa, Politik, Dan Perlindungan Masyarakat, Inspektorat Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Komunikasi dan Informasi, Bagian Tata Pemerintahan, Bagian Pemerintahan Desa, Bagian Hukum, Bagian Humas dan Protokol, Bagian Organisasi dan Kepegawaian, Bagian Umum dan Perlengkapan, Satuan Polisi Pamong Praja, Kecamatan, Kelurahan dan Desa, Statistik, Pertanahan;
b. Komisi B, bidang Perekonomian dan Anggaran, meliputi tugas pokok dan fungsi unit kerja Kantor Penanaman Modal, Kantor Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian Dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, Bagian Perekonomian, Bagian Keuangan, Kesatuan Pemangkuan Hutan, BUMN, BUMD;
c. Komisi C, bidang Pembangunan, meliputi tugas pokok dan fungsi unit kerja : Badan perencanaan Pembangunan Daerah ( Bappeda ), Badan Lingkunan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan, Pertanahan dan Tata Ruang, Dinas Perhububungan, Dinas Pertambangan dan Energi, Bagian Administrasi Pembangunan;
d. Komisi D, bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi tugas pokok dan fungsi unit kerja : Badan Perlindungan Anak, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Rumah Sakit Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor Perpustakaan dan Arsip darah, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial, Bagian Kesejahteraan Rakyat.
e. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, komisi-komisi sebagaimana dimaksud ayat (2) berada dibawah koordinasi Ketua DPRD.
f. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Komisi A, B, C dan D berada dibawah koordinasi Wakil Ketua berdasarkan pembagian tugas yang disepakati dalam Rapat Pimpinan.

Bagian Keempat
Badan Legislasi Daerah

Pasal 27

(1) Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Badan Legislasi Daerah terdiri dari Ketua, satu Wakil Ketua dan Sekretaris serta anggota dari utusan Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota.
(3) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Badan Legislasi Daerah dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi Daerah dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(4) Masa penempatan dan atau penggantian anggota dalam Badan Legislasi Daerah, diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD atas usul Fraksi pada awal Tahun Anggaran.
(5) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan Legislasi Daerah yang digantikan.


Pasal 28
(1) Badan Legislasi Daerah mempunyai tugas:
a. Menyusun Program Legislasi Daerah yang memuat daftar urutan Rancangan Peraturan Daerah untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap Tahun Anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
b. Menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah Usul Inisiatif DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan.
c. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan penetapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan Anggota, Komisi atau Gabungan Komisi sebelum Rancangan Peraturan Daerah tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPRD.
d. Memberikan pertimbangan terhadap pengajuan Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan Anggota, Komisi atau Gabungan Komisi diluar Rancangan Peraturan Daerah yang terdaftar dalam Program Legislasi Daerah atau prioritas Rancangan Peraturan Daerah tahun berjalan.
e. Melakukan pembahasan, perubahan, penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah yang secara khusus ditugaskan Badan Musyawarah.
f. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi Peraturan Daerah melalui koordinasi dengan Komisi.
g. Memberikan pertimbangan terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas oleh Bupati dan DPRD.
h. Membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPRD untuk dapat dipergunakan sebagai Bahan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

(2) Badan Legislasi Daerah menyusun rancangan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas DPRD untuk penyusunan Program Legislasi Daerah, Penyusunan prioritas Rancangan Peraturan Daerah, penyiapan dan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah serta pelaksanaan tugas Badan Legislasi Daerah lainnya.



Bagian Kelima
Badan Anggaran

Pasal 29

(1) Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Badan Anggaran terdiri dari Pimpinan DPRD, ketua-ketua komisi, dan utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota, yang jumlah anggotanya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD.
(3) Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah ketua dan wakil ketua badan anggaran merangkap anggota.
(4) Susunan keanggotaan, Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran bukan anggota.
(6) Masa Keanggotaan Badan Anggaran dapat di ubah pada setiap tahun.

Pasal 30
Badan Anggaran mempunyai tugas:
a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah baik penetapan, perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah.
d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD.
e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD.


Bagian Keenam
Badan Kehormatan

Pasal 31

(1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
(2) Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh Anggota DPRD, berjumlah 5 (lima) orang.
(3) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.
(4) Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sebuah Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.
(5) Anggota Badan Kehormatan sebagai mana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masing-masing fraksi.

Pasal 32

Badan Kehormatan mempunyai tugas :
a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD serta sumpah janji;
c. melakukan penyelidikan, verifikasi klarifikasi dan pengambilan keputusan atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih;
d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, klarifikasi dan pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindak lanjuti oleh Ketua DPRD.


BAB VIII
PELAKSANAAN HAK DPRD DAN ANGGOTA DPRD
Bagian Kesatu
Hak DPRD

Paragraf Kesatu
Hak Interpelasi
Pasal 33
(1) Sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Anggota DPRD dapat menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada DPRD untuk meminta keterangan kepada Bupati secara lisan maupun tertulis mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.
(4) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut.
(5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada :
a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi;
b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota DPRD.
(6) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Bupati ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
(7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya.
(8) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(9) Apabila Rapat Paripurna menyetujui terhadap usul permintaan keterangan, Pimpinan DPRD mengajukan permintaan keterangan kepada Bupati.
Pasal 34
(1) Bupati wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan keterangan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a, dalam Rapat Paripurna DPRD.
(2) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Terhadap jawaban Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya.
(4) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Bupati.
(5) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Bupati dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.

Paragraf Kedua
Hak Angket

Pasal 35

(1) Sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota DPRD dapat mengusulkan penggunaan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Bupati yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapatkan pertimbangan dari Badan Musyawarah.
(4) Pembicaraan mengenai usul melakukan penyelidikan, dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD.
(5) Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Bupati dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(6) Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya.
(7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak Angket DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir
(8) Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai permintaan penyelidikan, DPRD menyatakan pendapat untuk melakukan penyelidikan dan menyampaikannya secara resmi kepada Bupati.
Pasal 36
(1) DPRD memutuskan dapat menerima atau menolak usul hak angket.
(2) Dalam hal DPRD menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD membentuk Badan angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD dengan Keputusan DPRD.
(3) Dalam hal DPRD menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.
Pasal 37
(1) Badan angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), dapat memanggil Pejabat Pemerintah Daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan dan untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
(2) Pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan DPRD kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal pejabat Pemerintah Daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah telah dipanggil dengan patut secara tiga kali berturut-¬turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-¬undangan.

Pasal 38
(1) Badan angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya Badan angket.
(2) Seluruh hasil kerja Badan bersifat rahasia.

Pasal 39
(1) Apabila hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Badan angket diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Apabila hasil penyelidikan Bupati dan atau Wakil Bupati berstatus sebagai terdakwa, Presiden memberhentikan sementara Bupati dan atau Wakil Bupati yang bersangkutan dari jabatannya.
(3) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati bersalah, Presiden memberhentikan Bupati dan atau Wakil Bupati yang bersangkutan dari jabatannya.
(4) Apabila Keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Bupati dan atau Wakil Bupati.
(5) Pemberhentian sementara, pemberhentian dan merehabilitasi nama baik Bupati dan atau Wakil Bupati, pelaksanaannya didelegasikan kepada Menteri Dalam Negeri.

Paragraf Ketiga
Hak Menyatakan Pendapat

Pasal 40

(1) Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang Anggota DPRD dapat mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Bupati atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di Daerah.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah.
(4) Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut.
(5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada :
a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi;
b. Bupati untuk memberikan pendapat;
c. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota dan pendapat Bupati.
(6) Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya.
(7) Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD.
(8) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(9) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD dapat berupa :
a. penyataan pendapat;
b. saran penyelesaiannya; dan
c. peringatan.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Hak Anggota
Paragraf 1
Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 41
(1) Sekurang-kurangnya lima orang Anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah.
(2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan sebuah kajian akademik (naskah akademis) dan selanjutnya diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3) Usul prakarsa tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD, setelah mendapat pertimbangan dari Badan Legislasi Daerah.
(4) Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan tata cara penyusunan, pembahasan dan penyebarluasannya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Hak Mengajukan Pertanyaan
Pasal 42
(1) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah bertalian dengan tugas dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun tertulis.
(2) Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun singkat dan jelas disampaikan kepada Pimpinan DPRD.
(3) Pimpinan DPRD mengadakan rapat untuk menilai pertanyaan yang diajukan guna memutuskan layak tidaknya pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk ditindaklanjuti.
(4) Apabila keputusan rapat Pimpinan DPRD menyatakan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu ditindaklanjuti, Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Bupati.
(5) Apabila jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Bupati disampaikan secara tertulis, dapat diadakan lagi rapat untuk menjawab pertanyaan.
(6) Anggota DPRD yang mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta supaya pertanyaan dijawab oleh Bupati secara lisan.
(7) Apabila Bupati menjawab secara lisan, dalam rapat yang ditentukan oleh Badan Musyawarah, Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat mengemukakan lagi pertanyaan secara singkat dan jelas agar Bupati dapat memberikan jawaban yang lebih jelas.
(8) Jawaban Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat diwakilkan kepada Pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 3
Hak Mengajukan Usul dan Pendapat
Pasal 43
(1) Setiap anggota DPRD dalam rapat-rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat secara leluasa kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD.
(2) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan memperhatikan tatakrama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil rakyat.
Paragraf 4
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 44
Setiap anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau pimpinan dari alat kelengkapan DPRD.
Paragraf 5
Hak Membela Diri
Pasal 45
(1) Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD.
(2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebelum pengambilan Keputusan oleh Badan Kehormatan.
Paragraf 6
Hak Imunitas
Pasal 46
(1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang¬-undangan.
(3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.

Paragraf 7
Mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas
Pasal 47
(1) Setiap anggota DPRD berhak untuk mengikuti orientasi dan pendalaman tugas.
(2) Hak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksankan guna peningkatan kemampuan dan profesionalitas anggota DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(3) Pelaksanaan Hak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Sekretariat DPRD.

Paragraf 8
Hak Protokoler, Keuangan, dan Administrasi
Pasal 48
Hak protokoler, keuangan dan administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD diatur tersendiri dengan Peraturan Daerah.


BAB IX
PERSIDANGAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Bagian Kesatu
Persidangan
Pasal 49
(1) Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji anggota.
(2) Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan.
(3) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD, masa reses ditiadakan.
(4) Reses dipergunakan untuk mengunjungi Daerah Pemilihan anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat.
(5) Setiap pelaksanaan reses sebagimana dimaksud pada ayat (4) anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas pelaksanaan tugasnya yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalm Rapat Paripurna.
(6) Kegiatan dan jadwal acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah

Pasal 50
Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.
Pasal 51
Tata cara persidangan dan rapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
(1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) kali dalam setahun.
(2) Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (seperlima) dari jumlah anggota DPRD atau dalam hal tertentu atas permintaan Kepala Daerah.
(3) Hasil rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam Keputusan DPRD dan hasil rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.
(4) Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebili tinggi.
(5) Keputusan DPRD dilaporkan kepada Gubernur, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan.
(6) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.



Pasal 53

Jenis Rapat DPRD terdiri atas :
a. Rapat Paripurna yang merupakan rapat anggota DPRD, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPRD, antara lain untuk menyetujui Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah dan menetapkan Keputusan DPRD;
b. Rapat Paripurna yang bersifat istimewa merupakan rapat anggota DPRD, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil keputusan;
c. Rapat Pimpinan merupakan rapat unsur pimpinan, dipimpin oleh Ketua DPRD;
d. Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan Musyawarah, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Musyawarah;
e. Rapat Komisi merupakan rapat anggota Komisi, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi;
f. Rapat Gabungan Komisi merupakan rapat Komisikomisi, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD;
g. Rapat Gabungan Pimpinan DPRD dengan Pimpinan Komisi dan atau Pimpinan Fraksi merupakan rapat bersama, dipimpin oleh Pimpinan DPRD;
h. Rapat Badan Legislasi Daerah merupakan rapat anggota Badan Legislasi, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Legislasi Daerah.
i. Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan Anggaran, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Anggaran;
j. Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Kehormatan;
k. Rapat Kerja merupakan rapat antara DPRD/Badan Legislasi Daerah/ Badan Anggaran/Komisi/Gabungan Komisi/Badan Khusus dengan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk;
l. Rapat Dengar Pendapat merupakan Rapat antara DPRD/Komisi/Gabungan Komisi/Badan Khusus dengan Lembaga/Badan Organisasi Kemasyarakatan; dan
m. Rapat-rapat lain yang dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.
.


Pasal 54

(1) Rapat Paripurna DPRD dinyatakan sah apabila dihadiri secara fisik oleh:
a. sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota DPRD untuk memutus usul DPRD mengenai pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
b. sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memilih dan memberhentikan Pimpinan DPRD, dan untuk menetapkan Peraturan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. sekurang-kurangnya 1/2 (satu per dua) ditambah satu dari jumlah anggota DPRD untuk Rapat Paripurna DPRD selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
(2) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 1/2 (satu per dua) ditambah satu dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(4) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan suara terbanyak.
(5) Sebelum mengambil putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.


Pasal 55

(1) Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa dan Rapat Paripurna DPRD, bersifat terbuka.
(2) Rapat Pinipinan DPRD dan Rapat Gabungan Pimpinan DPRD bersifat tertutup.
(3) Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Musyalvarah, Rapat Badan Khusus dan Rapat Badan Kehormatan bersifat tertutup kecuali apabila Pimpinan Rapat menyatakan terbuka.
(4) Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersifat terbuka.
(5) Rapat Fraksi sifatnya ditentukan oleh masing-masing Fraksi.


Pasal 56

(1) Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali dinyatakan tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan diantara Pimpinan DPRD.
(2) Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil keputusan, kecuali :
a. pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD;
b. persetujuan rancangan peraturan daerah;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah;
d. penetapan, perubahan, penghapusan pajak, dan retribusi daerah;
e. utang piutang, pinjaman, dan pembebanan kepada daerah;
f. Badan Usaha Milik Daerah;
g. penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;
h. persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai;
i. kebijakan tata ruang,
j. kerjasama daerah;
k. pemberhentian dan penggantian Ketua/Wakil Ketua DPRD
l. penggantian antar waktu Anggota DPRD;
m. usulan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; dan
n. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah


Pasal 57

(1) Pembicaraan dalam rapat tertutup yang bersifat rahasia tidak boleh diumumkan.
(2) Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui atau mendengar Pembicaraan rapat tertutup tersebut.

Pasal 58

Setiap rapat tertutup, dibuat laporan secara tertulis tentang pembicaraan yang dilakukan.


Pasal 59
(1) Hari kerja dan waktu Rapat DPRD :
a. Pimpinan dan anggota DPRD : Hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis; Pukul 09.00 – 14.00 WIB. Hari Jum’at Pukul 08.30 – 11.00 WIB.
b. Rapat Malam Hari : Pukul 19.00 – 22.00 WIB.
(2) Tempat rapat dilakukan di gedung DPRD, kecuali apabila situasi dan kondisi tidak memungkinkan yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.


Pasal 60

(1) Sebelum menghadiri rapat, anggota DPRD harus menandatangani daftar hadir.
(2) Untuk para undangan, disediakan daftar hadir sendiri.
(3) Rapat dibuka oleh Pimpinan Rapat apabila quorum telah tercapai berdasarkan kehadiran secara fisik kecuali ditentukan lain.
(4) Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat.


Pasal 61

(1) Apabila pada waktu yang ditentukan untuk pembukaan rapat, jumlah anggota DPRD belum mencapai quorum, pimpinan rapat membuka dan sekaligus menunda rapat paling lama dua kali masing-masing satu jam.
(2) Apabila quorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, pimpinan rapat dapat melanjutkan rapat dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 1/2 dari jumlah anggota DPRD.
(3) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), quorum belum juga tercapai, pimpinan rapat menunda rapat paling lama tiga hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
(4) Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.
(5) Setelah rapat dibuka, pimpinan rapat memberitahukan surat-surat masuk dan surat keluar vang dipandang perlu untuk diberitahukan atau dibahas dengan peserta rapat, kecuali surat- surat urusan rumah tangga DPRD.

Pasal 62
(1) Pimpinan rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan selesai dibicarakan.
(2) Apabiia acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan, sedangkan waktu rapat telah berakhir, pimpinan rapat menunda penyelesaian acara tersebut unrik dibicarakan dalam rapat berikutnya atau meueruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat.
(3) Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan dan atau kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat.


Pasal 63

Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat, rapat dipimpin oleh salah seorang Wakil Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil Ketua DPRD berhalangan, pimpinan rapat dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir.


Pasal 64

(1) Fraksi, alat kelengkapan DPRD atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan kepada Pimpinan DPRD, mengenai acara yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah, mengenai perubahan waktu maupun mengenai masalah yang akan dibahas.
(2) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya tiga hari sebelum acara rapat yang bersangkutan dilaksanakan.
(3) Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Badan Musyawarah untuk segera dibicarakan.
(4) Badan Musyawarah merabicarakan dan mengambil keputusan tentang usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3).
(5) Apabila Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, Pimpinan DPRD menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).



Pasal 65

(1) Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi, atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara Rapat Paripurna yang sedang berlangsung.
(2) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut.


Pasal 66

(1) Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
(2) Pimpinan rapat berbicara untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan anggota rapat.
(3) Apabila pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk sementara pimpinan rapat diserahkan kepada pimpinan yang lain.


Pasal 67

(1) Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara mendaftarkan namanya terlebih dahulu, dan pendaftaran tersebut dapat juga dilakukan oleh Fraksinya.
(2) Anggota rapat yang belum mendaftarkan namanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh berbicara, kecuali apabila menurut pendapat pimpinan rapat ada alasan yang dapat diterima.


Pasal 68

(1) Giliran berbicara diatur oleh pimpinan rapat menurut urutan pendaftaran nama.
(2) Anggota rapat berbicara di tempat vang telah disediakan setelah dipersilahkan oleh pimpinan rapat.
(3) Seorang anggota rapat yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat digantikan oleh anggota rapat dari Fraksinya dengan sepengetahuan pimpinan rapat.
(4) Pembicara dalam rapat tidak boleh diganggu selama berbicara.


Pasal 69

(1) Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara.
(2) Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan meminta agar pembicara mengakhiri pembicaraan, apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah ditentukan.



Pasal 70

(1) Setiap waktu dapat diberikan kesempatan kepada anggota rapat mengkukan interupsi untuk:
a. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai masalah yang sedang dibicarakan;
b. menjelaskan soal yang di dalam pembicaraan menyangkut diri dan atau tugasnya;
c. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan; atau
d. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara.
(2) Pimpinan rapat dapat membatasi lamanya pembicara melakukan interupsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperingatkan dan menghentikan pembicara apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang sedang dibicarakan.
(3) Terhadap pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, tidak dapat diadakan pembahasan.
(4) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, sebelum dibahas terlebih dahulu harus mendapat persetujuan anggota rapat.

Pasal 71

(1) Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61.
(2) Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpirian rapat menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat memperingatkannya dan meminta agar pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.

Pasal 72

(1) Pimpinan rapat memperingatkan pembicara yang menggunakan kata-kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat, atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
(2) Pimpinan rapat meminta agar yang bersangkutan menghentikan perbuatan pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan menghentikan perbuatannya.
(3) Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat

Pasal 73

(1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, pimpinan rapat melarang pembicara tersebut meneruskan pembicaraan dan perbuatannya.
(2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, pimpinan rapat meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan rapat.
(3) Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat atas perintah pimpinan rapat.

Pasal 74

(1) Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila pimpinan rapat berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan Pasal 64.
(2) Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh lebih dari 24 jam.

Pasal 75

(1) Untuk setiap Rapat Paripurna dibuat risalah, yang merupakan catatan Rapat Paripurna, yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jatannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang:
a. jenis dan sifat rapat;
b. hari dan tanggal rapat;
c. tempat rapat;
d. acara rapat;
e. waktu pembukaan dan penutupan rapat;
f. ketua dan sekretaris rapat;
g. jumlah dan nama anggota yang menandatangani daftar hadir; dan
h. undangan yang hadir.
(2) Risalah rapat sebagaimana pada ayat (1) ditanda tangani oleh pimpinan rapat.
(3) Sekretaris rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Sekretaris DPRD atau Pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD yang ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD.

Pasal 76

Sekretaris rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai


Pasal 77

(1) Dalam setiap rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat catatan rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat yang bersangkutan.
(2) Catatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan catatan tentang hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
(3) Laporan singkat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kesimpulan dan atau keputusan rapat.


Pasal 78

(1) Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai.
(2) Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu dua hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut dan menyampaikannya kepada Sekretaris rapat yang bersanghutan.


Pasal 79

(1) Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata "rahasia".
(2) Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukan dalam risalah, catatan rapat, dan atau laporan singkat.


Pasal 80

(1) Undangan rapat terdiri atas:
a. mereka yang bukan anggota DPRD, yang hadir dalam rapat DPRD atas undangan Pimpinan DPRD; dan
b. anggota DPRD yang hadir dalam rapat alat kelengkapan DPRD atas undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat kelengkapan yang bersangkutan.
(2) Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam rapat DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPRD atau Pimpinan Alat Kelengkapan yang bersangkutan.
(3) Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan pimpinan rapat, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(4) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh menyatakan sesuatu dengan perkataan maupun dengan cara lain.
(5) Untuk undangan, peninjau, dan wartawan disediakan tempat tersendiri.
(6) Undangan, peninjau, dan wartawan wajib menaati tata tertib rapat dan atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD.


Pasal 81

(1) Pimpinan rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 tetap dipatuhi.
(2) Pimpinan rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan atau wartawan yang mengganggu ketertiban seperti meninggalkan ruangan rapat dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat atas perintah pimpinan rapat.
(3) Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Lama penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh lebih dari 24 jam.

Pasal 82

(1) Dalam menghadiri Rapat Paripurna, Pimpinan, dan anggota DPRD mengenakan pakaian:
a. sipil harian dalam hal rapat direncanakan tidak akan mengambil keputusan DPRD;
b. sipil resmi dalam hal rapat direncanakan akan mengambil keputusan DPRD.
(2) Dalam menghadiri Rapat Paripurna yang bersifat Istimewa, Pimpinan dan anggota DPRD mengenakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional dan bagi wanita berpakaian nasional.


Pasal 83

(1) Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan, Pimpinan dan anggota DPRD memakai pakaian sipil harian atau pakaian dinas harian lengan panjang.
(2) Dalam hal acara-acara tertentu Pimpinan dan anggota DPRD dapat memakai pakaian daerah.
Bagian Kedua
Pengambilan Keputusan

Pasal 84

(1) Pengambilan keputusan merupakan proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis rapat DPRD.
(2) Keputusan rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa persetujuan atau penolakan.


Pasal 85

(1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD diupayakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksad pada ayat (1) tidak terpenuhi, karena adanya perbedaan pendapat sebagian anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan anggota DPRD yang lain, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak atau pemungutan suara.
(3) Setiap keputusan rapat DPRD berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait


Pasal 86

Setiap keputusan rapat DPRD berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara harus dilengkapi daftar hadir dan risalah rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.


Pasal 87

(1) Kebijakan yang ditetapkan DPRD, berbentuk Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD.
(2) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD dan ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang memimpin Rapat Paripurna pada hari itu juga.
(3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam rapat Pimpinan DPRD dan ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua yang hadir dalam rapat pimpinan pada hari itu juga


Pasal 88

(1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah anggota DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang dimusyawarahkan.
(2) Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam rapat.
(3) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara diambil apabila keputusan berdasarkan musyawarah sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan anggota DPRD yang lain.


Pasal 89

(1) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.
(2) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan.
(3) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu.


Pasal 90

(1) Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak atau tidak menyatakan pilihan dilakukan oleh anggota DPRD yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh anggota DPRD yang hadir.
(2) Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung setiap anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD yang meninggalkan ruangan sidang dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.


BAB X
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN PERATURAN DAERAH

Pasal 91

(1) DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah.
(2) Rancangan Peraturan Daerah baik yang berasal dari DPRD atau kepala daerah dibahas oleh DPRD dan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.
(3) Rancangan peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah disampaikan kepada pimpinan DPRD dengan nota pengantar yang ditandatangani oleh kepala daerah.
(4) Rancangan peraturan daerah yang berasal usul prakarsa DPRD beserta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD.
(5) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD selambat-lambatnya tujuh hari sebelum rancangan peraturan daerah tersebut dibahas dalam rapat paripurna.

Pasal 92

Apabila terdapat dua rancangan peraturan daerah yang diajukan mengenai hal yang sama, yang dibicarakan adalah rancangan peraturan daerah yang diterima terlebih dahulu, sedangkan rancangan peraturan daerah yang diterima kemudian dipergunakan sebagai pelengkap.

Pasal 93

(1) Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan melalui empat tahap pembicaraan :
a. Pembicaraan tahap pertama, meliputi :
1). Penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna tentang penyampaian rancangan peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah.
2). Penjelasan dalam rapat paripurna oleh pimpinan komisi / gabungan komisi atau pimpinan panitia khusus terhadap rancangan peraturan daerah dan atau perubahan peraturan daerah atas usul prakarsa DPRD.
b. Pembicaraan tahap kedua, meliputi :
1). Dalam hal rancangan peraturana daerah yang berasal dari kepala daerah :
a). Pemandangan umum dari fraksi-fraksi terhadap rancangan peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah
b). Jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi
2). Dalam hal rancangan peraturan daerah atas usul DPRD :
a). Pendapat kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah atas usul DPRD
b). Jawaban dari fraksi-fraksi terhadap pendapat kepala daerah
c. Pembicaraan tahap ketiga, meliputi pembahasan dalam rapat komisi / gabungan komisi atau rapat panitia khusus dilakukan bersama-sama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
d. Pembicaraan keempat, meliputi :
1). Pengambilan keputusan dalan rapat paripurna yang didahului dengan :
a). Laporan hasil pembicaraan tahap ketiga;
b). Pendapat akhir fraksi;
c). Pengambilan keputusan,
2). Penyampaian sambutan kepala daerah terhadap pengambilan keputusan
(2) Sebelum dilakukan pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadakan rapat fraksi.
(3) Apabila dipandang perlu badan musyawarah dapat menentukan bahwa pembicaraan tahap ketiga dilakukan dalam rapat gabungan komisi atau dalam rapat panitia khusus.

Pasal 94

(1) Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah atas persetujuan DPRD dengan melibatkan masyarakat luas.
(2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lain.
(3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.
(4) Peraturan daerah yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh pemerintah.
(5) Peraturan daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus didaftarkan kepada gubernur
(6) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan DPRD yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.

Pasal 95
(1) Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum.
(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila:
a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian bupati atau wakil bupati ;
b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. rapat dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.

(3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila :
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;
c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c.
(4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1 (satu) jam.
(5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
(6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat mengambil keputusan.
(7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi.
Pasal 96
Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.
BAB XI
KODE ETIK
Bagian Kesatu
Kode Etik
Pasal 97

(1) DPRD wajib menyusun Kode Etik berupa norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan prilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota DPRD.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas Anggota DPRD dalam melaksanakan dan menjalankan tugas dan wewenangnya.
(3) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang kurangnya meliputi:
a. pengertian kode etik;
b. tujuan kode etik;
c. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata hubungan antar penyelenggara Pemerintah Daerah dan antar anggota, serta antara Anggota DPRD dan pihak lain;
d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh Anggota DPRD;
e. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, sanggahan;dan
f. sanksi dan rehabilitasi.


Pasal 98

Kode Etik bertujuan untuk menjaga martahat, kehormatan, citra dan kredibilitas anggota DPRD serta membantu anggota DPRD datam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya serta tanggung jawabnya kepada pemilih, masyarakat dan negara.


Pasal 99

Anggota DPRD wajib bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan, berintegritas tinggi, jujur, dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, mengemban amanat penderitaan rakyat, mernatuhi peraturan Tata Tertib DPRD, menunjukkan profesionalisme sebagai anggota DPRD dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya.



Pasal 100

(1) Anggota DPRD bertanggung jawab mengemban amanat penderitaan rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mernatuhi llukum, menghormati keberadaan lembaga DPRD, melaksanakan melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara.
(2) Anggota DPRD bertanggung jawab menyampaikan data memperjuangkan aspirasi rakyat kepada Pemerintah, lembaga, atau pihak yang terkait secara adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, dan gender.

Pasal 101

(1) Pernyataan yang disampaikan dalam rapat adalah pernyataan dalam kapasitas sebagai anggota DPRD, pimpinan masingmasing alat kelengkapan, atau Pimpinan DPRD.
(2) Pernyataan di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai pernyataan pribadi.
(3) Anggota DPRD yang tidak menghadiri rapat dilarang menyampaikan hasil rapat dengan mengatasnamakan anggota DPRD kepada pihak lain.


Pasal 102

(1) Anggota DPRD harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya.
(2) Ketidakhadiran anggota DPRD secara fisik sebanyak tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa izin Pimpinan Fraksi, merupakan suatu pelanggaran yang dapat diberikan teguran tertulis oleh Pimpinan Fraksi.
(3) Ketidakhadiran anggota DPRD secara fisik selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun dalam kegiatan rapat-rapat DPRD merupakan pelanggaran Kode Etik yang dapat diberhentikan sebagai anggota DPRD.

Pasal 103
Selama rapat berlangsung setiap anggota DPRD wajib bersikap sopan santun, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban dan memenuhi tata cara rapat sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata tertib DPRD.

Pasal 104

(1) Anggota DPRD melakukan perjalanan dinas di dalam negeri dengan biaya APBD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Anggota DPRD tidak dibolehkan menggunakan fasilitas perjalanan dinas untuk kepentingan di luar tugas DPRD.
(3) Perjalanan dinas dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia.
(4) Anggota DPRD tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas kecuali dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal perjalanan dinas atas biaya pengundang harus mendapatkan izin tertulis dari Pimpinan DPRD.
(6) Anggota DPRD yang melakukan perjalanan dinas keluar negeri dengan anggaran yang tersedia wajib memperoleh izin tertulis dari Gubernur.

Pasal 105

Anggota DPRD dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan.

Pasal 106
(1) Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan sesuatu permasalahan, anggota DPRD harus menyatakan dihadapan seluruh peserta rapat apabila ada suatu kepentingan antara permasalahan yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya di luar kedudukannya sebagai anggota DPRD.
(2) Anggota DPRD mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan kecuali apabila rapat memutuskan lain karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentingan dalam permasalahan yang sedang dibahas.

Pasal 107

Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain.

Pasal 108

Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya yang mempunyai usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha.

Pasal 109

(1) Anggota DPRD wajib menjaga kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai dengan permasalahan tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum.
(2) Ketentuan sehagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Badan Kehormatan

Pasal 110

(1) Anggota DPRD wajib bersikap adil, terbuka, akomodatif, responsif dan profesional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerjanya.
(2) Anggota DPRD dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan pribadi, keluarga, sanak famili, dan kroninya.

Pasal 111

(1) Anggota DPRD yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar lembaga DPRD harus mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPRD.
(2) Setiap keikutsertaan dalam suatu organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggota DPRD wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD.

BAB XII
LARANGAN DAN SANKSI
Bagian Kesatu
Larangan
Pasal 112
(1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
(2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dilarang menerima gratifikasi.

Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 113
(1) Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.
(2) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD.

Pasal 114
Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.
Pasal 115
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112.
Pasal 116
Tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan Kehormatan.

BAB XIII
PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,
DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA
Bagian Kesatu
Pemberhentian Antarwaktu

Pasal 117
(1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih;
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
i. menjadi anggota partai politik lain.

Pasal 118
(1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRD Kabupaten Blora dengan tembusan kepada gubernur.
(2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada gubernur melalui bupati untuk memperoleh peresmian pemberhentian.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati menyampaikan usul tersebut kepada gubernur.
(4) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPRD dari bupati.
Pasal 119
(1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan kehormatan DPRD atas pengaduan dari pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih.
(2) Keputusan badan kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh badan kehormatan DPRD kepada rapat paripurna.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan badan kehormatan DPRD yang telah dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD menyampaikan keputusan badan kehormatan DPRD kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan badan kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari pimpinan DPRD.
(5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD meneruskan keputusan badan kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada gubernur melalui bupati untuk memperoleh peresmian pemberhentian.
(6) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati menyampaikan keputusan tersebut kepada gubernur.
(7) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan badan kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang pemberhentian anggotanya dari bupati.

Pasal 120
(1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1), badan kehormatan DPRD dapat meminta bantuan dari ahli independen.
(2) Penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan DPRD diatur dengan peraturan DPRD tentang tata cara badan kehormatan.


Bagian Kedua
Penggantian Antar Waktu
Pasal 121
(1) Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(2) Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(3) Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya.

Pasal 122

(1) Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU Kabupaten Blora.
(2) KPU Kabupaten Blora menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dan ayat (2) kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD.
(3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur melalui bupati.
(4) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bupati menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur.
(5) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan gubernur.
(6) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8.
(7) Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.
Pasal 123
Pengajuan penggantian antarwaktu, verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti antarwaktu, dan peresmian calon pengganti antarwaktu anggota DPRD, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Bagian Ketiga
Pemberhentian Sementara
Pasal 124
(1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.
(2) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPRD.
(3) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkan.
(4) Anggota DPRD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu.
(7) Pemberhentian sementara anggota DPRD, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
PENYIDIKAN

Pasal 125
(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD yang disangka melakukan perbuatan pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari gubernur.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh gubernur dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPRD:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.
BAB XV
SISTEM PENDUKUNG

Bagian Kesatu
Sekretariat DPRD

Pasal 126
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk secretariat DPRD yang susunan organisasi dan tata kerjanya ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Bupati atas persetujuan pimpinan DPRD.
(3) Sekretaris DPRD dan pegawai Sekretariat DPRD berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan pegawai tidak tetap.


Bagian Kedua
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 127
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah.
(3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 128

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Tata Tertib ini diputuskan dalam Rapat Paripurna dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 129

(1) Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan.
(2) Dengan berlakukannya Peraturan ini, maka Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora Nomor: 03 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blora dinyatakan tidak berlaku.

Ditetapkan di Blora,
Pada tanggal 21 Oktober 2009.

DPRD Kabupaten Blora
Ketua,



H. MAULANA KUSNANTO, SH.